TEMPO.CO, Jakarta - Puan Maharani kembali terpilih sebagai Ketua DPR, sementara posisi Wakil Ketua diisi oleh Sufmi Dasco Ahmad, Adies Kadir, Saan Mustopa, dan Cucun Ahmad Syamsurijal. Keputusan tersebut diumumkan dalam sidang paripurna masa awal jabatan anggota DPR periode 2024-2029, Selasa, 1 Oktober 2024.
"Apakah dapat disetujui dan ditetapkan sebagai ketua dan wakil ketua DPR RI masa keanggotaan 2024-2029, saya minta pendapat, setuju?" kata Ketua Sementara DPR Guntur Sasono saat memimpin rapat. Pernyataan tersebut langsung disambut oleh seluruh anggota DPR yang hadir. "Setuju," kata anggota DPR menimpali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut profil tokoh-tokoh yang mengisi pucuk pimpinan DPR periode mendatang.
Dilansir dari Antara, Puan Maharani atau yang bernama lengkap Puan Maharani Nakshatra Kusyala Devi ini lahir di Jakarta pada 6 September 1973 dan merupakan putri dari Presiden ke-5, Megawati Soekarnoputri, serta cucu dari Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno.
Puan menyelesaikan pendidikan formalnya di Universitas Indonesia dengan jurusan Komunikasi Massa dan meraih gelar Sarjana pada 1997. Setelah menyelesaikan studinya, Puan bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), partai politik yang didirikan oleh ibunya, Megawati Soekarnoputri. Ia mengawali karirnya sebagai anggota DPP KNPI Bidang Luar Negeri pada 2006.
Pada 2009 cucu Soekarno ini terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi PDI-P setelah meraih suara terbanyak di wilayah Jawa Tengah yakni Surakarta, Sukoharjo, Klaten, dan Boyolali. Kariernya terus merangkak naik saat Pemilu 2014, Puan kembali terpilih sebagai anggota DPR dengan perolehan suara yang signifikan. Pada tahun yang sama, ia dipercaya menjadi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) di kabinet Presiden Joko Widodo periode pertama.
Pada 2019, Puan Maharani mencatat sejarah baru dalam perjalanan politiknya dengan menjadi Ketua DPR periode 2019-2024. Ia merupakan perempuan pertama yang menjabat posisi ini dalam sejarah politik Indonesia. Jabatan sebagai Ketua DPR pun kembali dipegangnya untuk periode 2024-2029.
Sufmi Dasco lahir di Bandung pada 7 Oktober 1967. Dasco memulai pendidikan hukumnya pada 2005 dengan mengambil studi sarjana Hukum Universitas Jakarta setelah pada 1993 meraih gelar sarjana di bidang Elektro. Kemudian, pada 2012, Dasco menamatkan studi magisternya di Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta. Dia melanjutkan S3 Hukum di Universitas Islam Bandung sampai menerima gelar pada 2015.
Sejak pendirian Partai Gerindra, Dasco telah terlibat langsung dan pada 2008 dia dipercaya menjabat Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra, pada tahun yang sama ia juga memegang jabatan sebagai Ketua Organisasi Kaderisasi dan Kelembagaan partai berlambang kepala burung Garuda tersebut.
Ketika Pemilu Legislatif 2014, Dasco lolos ke Senayan sebagai Anggota DPR RI periode 2014-2019 dan bertugas di Komisi III dengan ruang lingkup kerja terkait hukum, hak asasi manusia dan keamanan. Ia selanjutnya terpilih menjadi Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI usai dirinya dilantik menjadi anggota legislatif pada periode tersebut.
Karier Dasco terus meroket, pada 2019 ia menjadi salah satu dari lima orang pimpinan DPR RI terpilih untuk periode 2019-2024, Dasco menjadi Wakil Ketua DPR RI dari Partai Gerindra.
Dilansir dari p2k.stekom.ac.id, Politikus Partai Golongan Karya (Golkar), Adies Kadir, lahir pada 17 Oktober 1968. Adies menamatkan studi S1 program studi Teknik Sipil di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya pada 1993, serta S1 Hukum di Universitas Merdeka Surabaya pada 2003. Pendidikan hukumnya berlanjut di Universitas Merdeka Malang dan meraih gelar magister. Pada 2017 Adies berhasil meraih gelar doktor bidang Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
Adies telah berkecimpung di dunia politik sejak terpilih sebagai Anggota DPR-RI sejak 2014 mewakili daerah pemilihan Jawa Timur I. kader Partai Golongan Karya ini duduk di Komisi III dan dipercaya sebagai Wakil Ketua Komisi III hingga pada 2024 ia terpilih sebagai Wakil Ketua DPR RI.
Dikutip dari laman fraksinasdem.org, Saan Mustopa merupakan seorang politikus NasDem yang lahir di Karawang, Jawa Barat, 5 Juli 1968. Pria yang kerap disapa sebagai Kang Saan itu kini menjabat sebagai Ketua DPW NasDem Jawa Barat.
Sebelumnya, Kang Saan berhasil melenggang ke gedung DPR RI setelah memenangi Pemilu Legislatif 2009 dengan perolehan suara 60.508. Pria berusia 56 tahun itu kemudian terpilih lagi menjadi anggota DPR RI pada masa bakti 2014-2019.
Namun pada 2015 Saan memutuskan untuk mengundurkan diri dari DPR RI untuk maju sebagai calon bupati Karawang berpasangan dengan Iman Sumantri namun gagal. Meski demikian, ia kemudian menjadi ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai NasDem Provinsi Jawa Barat periode 2016-2021.
Pria yang memiliki hobi bersepeda ini juga tercatat sebagai salah seorang yang meraih penghargaan Charta Politika Award pada 2012 dari lembaga riset Charta Politika.
Cucun Ahmad Syamsurijal lahir pada 8 November 1972, Ia merupakan kader Partai Kebangkitan Bangsa. Cucun menamatkan pendidikan S1 Peradilan Agama di Institut Agama Islam Cipasung pada 1996 dan meraih gelar Magister Administrasi Publik, Universitas Padjadjaran pada 2018. Kemudian, di tahun yang sama ia melanjutkan pendidikan untuk meraih gelar Doktor Administrasi Publik di Universitas Padjajaran dan menyelesaikannya pada 2022.
Cucun telah berkecimpung di dunia politik sejak 2014 ketika ia berhasil mengamankan kursi DPR RI dan selama dua periode (2014–2019 dan 2019–2024). Ia mewakili daerah pemilihan Jawa Barat II, yang meliputi Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat.
NI KADEK TRISNA CINTYA DEWI | NI MADE SUKMASARI | SULTAN ABDURRAHMAN | ADVIST KHOIRUNIKMAH | NANDITO PUTRA
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Jazilul Fawaid mengusulkan agar Pilkada di tingkat provinsi dipilih melalui DPRD masing-masing provinsi bukan lagi dipilih oleh rakyat secara langsung. Menurut dia, itu perlu dilakukan karena pencoblosan serentak menelan anggaran besar.
Menurut dia, tingginya biaya pemilihan gubernur itu terlihat pada Pilkada 2024. Misalnya, pemerintah harus mengeluarkan biaya lebih dari Rp1 triliun untuk Pilkada Jawa Barat, belum lagi ditambah biaya pemilihan gubernur di wilayah lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Itu bukan anggaran yang kecil. Kalau yang Rp1 triliun itu diberikan ke salah satu kabupaten di salah satu provinsi, di NTT misalnya, itu bisa membuat ekonomi bangkit," kata Jazilul di Jakarta, Kamis, 28 November 2024.
Dia mengatakan bahwa otonomi daerah sejatinya diberikan kepada kabupaten/kota sehingga Pilkada langsung cukup di tingkat kabupaten/kota. Oleh karena itu, Pilkada secara langsung di tingkat provinsi harus dievaluasi.
Jazilul mengemukakan bahwa demokrasi harus tetap berjalan dan rakyat harus mendapat kesempatan untuk partisipasi. Kendati demikian, penggunaan anggaran harus tetap menjadi perhatian.
Persoalan biaya politik itu, kata dia, harus menjadi pembicaraan di antara partai-partai politik. Dia mengatakan pembahasan itu bisa pada momen revisi paket undang-undang politik dengan sistem omnibus law, yang menggabungkan UU Partai Politik, UU Pemilu, dan UU Pilkada.
Selain pemilihan gubernur melalui DPRD, dia juga mengusulkan pemisahan antara pemilihan umum anggota legislatif (Pileg) dengan pemilihan presiden (Pilpres) agar tidak bersamaan.
Ia berpendapat bahwa pelaksanaan Pileg dan Pilpres secara serentak menyebabkan calon anggota DPR RI luput dari perhatian masyarakat. Pasalnya, pikiran dan perhatian masyarakat tertuju pada pemilihan presiden.
Pada 29 September 2022 lalu, Aswanto dicopot dari posisinya sebagai Hakim MK oleh DPR RI. Penghentian Aswanto ini berdasarkan rapat paripurna DPR RI yang menindaklanjuti keputusan hasil rapat Komisi III DPR RI. Dalam rapat tersebut, Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menanyakan kepada peserta rapat tentang persetujuan untuk tidak memperpanjang masa jabatan Aswanto. Hal ini pun kemudian diamini oleh mayoritas fraksi.
Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Wuryanto menyatakan penggantian Aswanto ini dikarenakan kinerja Aswanto yang mengecewakan. Aswanto sebagai Hakim Konstitusi usulan DPR RI dinilai kerap menganulir undang-undang produk DPR RI di MK. Yang paling kentara, terlihat pada dianulirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Aswanto bersama dengan empat hakim konstitusi lainnya menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat.
Terhadap pencopotan Aswanto, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai DPR RI telah mengangkangi hukum, melecehkan independensi, kemandirian, kebebasan kekuasaan Kehakiman serta bertindak melampaui kewenangannya dengan alasan-alasan sebagai berikut:
Pertama, pencopotan Aswanto secara sepihak oleh DPR RI merupakan pelanggaran hukum. Pasal 23 ayat 4 UU MK telah menyatakan bahwa pemberhentian hakim MK hanya dapat dilakukan melalui Keputusan Presiden atas permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi. Alasannya pun diatur secara limitatif dalam Pasal 23 ayat 1 dan 2 UU MK. Pemberhentian dengan hormat dilakukan atas alasan-alasan diantaranya karena meninggal dunia, mengundurkan diri, berusia 70 tahun, dan sakit jasmani atau rohani. Adapun pemberhentian secara tidak hormat dilakukan apabila hakim konstitusi dipidana penjara sesuai dengan putusan inkracht pengadilan, melakukan perbuatan tercela, tidak menghadiri persidangan tanpa alasan yang sah, melanggar sumpah atau janji jabatan, sengaja menghambat MK memberi putusan, rangkap jabatan, tidak lagi memenuhi syarat sebagai hakim konstitusi, serta melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi.
Kedua, pemberhentian Aswanto yang langsung digantikan oleh Guntur Hamzah tidak pula sesuai dengan bunyi Pasal 19 UU MK yang mengharuskan pencalonan hakim konstitusi dilaksanakan secara transparan dan partisipatif. Lebih lanjut, pemilihan hakim konstitusi juga harus dilaksanakan secara objektif dan akuntabel. Selain melanggar hukum, tindakan pencopotan ini sarat akan kepentingan politis dan mutlak keputusan subjektif kelembagaan yang berangkat dari asumsi liar tak berdasar segelintir pihak-pihak yang merasa, “Aswanto gagal mewakili (kepentingan) DPR RI”. Hakim MK tidak boleh tunduk kepada siapapun dan apapun kecuali Konstitusi dan Hak Asasi Manusia (HAM) serta nilai kebenaran dan keadilan.
Ketiga, tindakan ini mengacaukan prinsip ketatanegaraan dan merusak independensi, kemandirian, kebebasan dan kekuasaan hakim sebagai Prinsip universal maupun kelembagaan MK. Pengisian jabatan hakim MK melalui 3 cabang kekuasaan Presiden, DPR dan Mahkamah Agung tidak dimaksudkan untuk mewakili kepentingan masing-masing institusi, melainkan untuk menjamin independensi MK sebagai penjaga konstitusi. Jika dibiarkan, tindakan ini hanya merupakan bentuk dominasi dan kontrol legislatif terhadap kekuasaan kehakiman yang berimplikasi pada posisi Indonesia yang semakin jauh dari koridor negara hukum dan HAM. Kondisi demikian membuat kita patut menduga bahwa ke depan MK atau Hakim MK yang dipilih DPR sangat kental dengan muatan kepentingan politik tertentu dan hanya akan menjadi alat pelindung bagi regulasi predatoris ciptaan DPR RI dari upaya pengujian oleh publik.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, LBH Jakarta mendesak agar:
Mendesak agar Ketua Mahkamah Konstitusi mengirimkan surat Kepada Presiden RI untuk kembali mengangkat Aswanto sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi;
Presiden RI mengirimkan surat kepada DPR RI untuk kembali mengangkat Aswanto sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi;
DPR RI meminta maaf kepada publik dan menghentikan segala bentuk intervensi dan menjamin independensi Mahkamah Konstitusi;
Jakarta, 4 Oktober 2022
LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) JAKARTA
Aprillia Lisa Tengker: [email protected]
M. Charlie Meidino Albajili: [email protected]
Foto oleh Media Indonesia / Moh.Irfan
Dukung layanan bantuan hukum gratis dengan berdonasi ke SIMPUL LBH Jakarta melalui www.donasi.bantuanhukum.or.id, kami butuh bantuanmu.
Bendera Merah Putih yang berkibar saat proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 memiliki sejarah di baliknya. Sebelum proklamasi terdapat tokoh yang menjahit bendera Merah Putih dari kain. Siapa yang dimaksud?
Tokoh yang menjahit bendera Merah Putih adalah Ibu Fatmawati yang merupakan istri dari presiden Soekarno. Fatmawati berperan menjahit bendera Merah Putih guna membantu persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Sejarah Fatmawati Saat Menjahit Bendera Merah Putih
Dilansir dari laman resmi Kemdikbud, setelah Indonesia diperkenankan merdeka oleh Jepang, terdapat penyelenggaran sidang tidak resmi pada tanggal 12 September 1944 yang dipimpin Ir. Soekarno.
Hal yang dibahas pada sidang tersebut adalah pengaturan pemakaian bendera dan lagu kebangsaan yang sama di seluruh Indonesia. Hasil dari sidang ini adalah pembentukan panitia bendera kebangsaan merah putih dan panitia lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Setelah hasil rapat ditentukan, panitia bendera kebangsaan merah putih memilih warna merah dan warna putih sebagai simbol. Merah berarti berani dan putih berarti suci. Kedua warna ini sampai saat ini menjadi jati diri bangsa.
Atas permintaan Soekarno kepada Shimizu, kepala barisan propaganda Jepang(Sendenbu), Chaerul Basri diperintahkan mengambil kain dari gudang di Jalan Pintu Air.
Kemudian bendera Merah Putih dijahit oleh Ibu Fatmawati dari kain tersebut. Bendera Merah Putih yang dijahit Fatmawati terbuat dari bahan katun Jepang berukuran 276 x 200 cm.
Bendera tersebut dikibarkan pertama kali pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56 (kini Jalan Proklamasi), Jakarta oleh Latief Hendraningrat dan Suhud.
Pada tahun 1946-1968, bendera tersebut dikibarkan hanya pada saat 17 Agustus saja. Sejak tahun 1969, bendera itu tidak berkibar lagi karena sobek, tapi disimpan di Istana Merdeka.
Sesudah tahun 1969, bendera merah putih duplikat dikibarkan tiap 17 Agustus. Bendera duplikat terbuat dari sutera.
Saksikan juga: Resign dari Pramugari, Demi Total Merawat ODGJ
[Gambas:Video 20detik]
Mengenal Fatmawati Sebelum Menjahit Bendera Merah Putih
Dilansir dari buku "Sejarah" oleh Prof. Dr. Habib Mustopo dan kawan-kawan, tertulis Fatmawati merupakan perempuan yang dilahirkan di Pasar Padang, Bengkulu pada 15 Januari 1923.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fatmawati menempuh pendidikan di HIS dan sekolah kejuruan. Istri presiden Soekarno ini aktif berorganisasi sejak masih duduk di bangku HIS sebagai pengurus Nasyiatul Aisyiah.
Pada tahun 1938, Fatmawati berkenalan dengan Soekarno. Saat itu, Soekarno menjadi pengajar di Muhammadiyah dan Fatmawati adalah salah satu muridnya. Pada tahun 1943, Soekarno menikahi Fatmawati.
Sejak tahun 1943, Fatmawati tinggal di Jakarta mendampingi Soekarno. Kemudian saat persiapan proklamasi kemerdekaan akan dilangsungkan, Fatmawati membuat bendera Merah Putih dari kain katun Jepang. Bendera tersebut yang kemudian dikibarkan pada proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.